Rabu, 26 Februari 2014
Indonesian International School
INDONESIA ternyata memiliki sekolah yang membanggakan di luar negeri. Indonesian International School (IIS) di Yangon, Myanmar, merupakan salah satu sekolah favorit dan bergengsi di negeri berpenduduk 5,8 juta jiwa tersebut.
Dibandingkan dengan sekolah di Jakarta, secara fisik bangunan IIS Yangon tidak ada yang istimewa dan biasa-biasa saja. Namun, sekolah yang telah berdiri sejak Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Uni-Myanmar ini menjadi sekolah incaran para orang tua murid.
Setiap tahun ajaran baru, sekolah ini tidak pernah kekurangan murid. Bahkan, IIS harus memberlakukan seleksi yang ketat akibat banyaknya murid yang mendaftar. “Daya tampung kita sangat terbatas, padahal peminatnya cukup banyak. Kita pun memberlakukan seleksi ketat,” ungkap Kepala Sekolah IIS Yangon Yustinus Sudarmo. Saat ini IIS memiliki 420 orang siswa mulai dari tingkat TK hingga SMA. Dari jumlah itu, hanya 18 siswa yang merupakan warga negara Indonesia. Mayoritas mereka adalah anak-anak staf KBRI di Yangon. Sementara sisanya berasal dari anak-anak pejabat lokal di Myanmar, anak dubes (duta besar) negara asing, dan para pengusaha.
Kabar soal IIS menjadi favorit para dubes dan pejabat Myanmar untuk menyekolahkan anaknya bukan isapan jempol. Seputar Indonesia (SINDO) berkesempatan menyaksikan Dubes Vietnam untuk Myanmar secara khusus menemui Yustinus Sudarmo. Dubes Vietnam menggunakan kesempatan jamuan resepsi peringatan Hari Kemerdekaan Ke-65 RI di Ballroom Hotel Trader yang digelar KBRI 17 Agustus lalu untuk melobi Yustinus agar anaknya bisa diterima di IIS. Saat itu, sejumlah pejabat Myanmar dan dubes memang diundang jamuan makan malam sambil menyaksikan pergelaran sendratari Loro Jonggrang binaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar). “Meski anak dubes, tidak bisa diterima begitu saja. Saya katakan kepada beliau (Dubes Vietnam ) bahwa kita akan melakukan tes,” tandas Yustinus Sudarmo.
Selain menjadi favorit anak para pejabat, sekolah yang terletak di 100 Lower Kyimyindine Road Ahone Township, Yangon, ini juga terkenal memiliki lulusan yang berprestasi. Banyak lulusan IIS yang kemudian melanjutkan sekolah ke universitas terkenal di Singapura dan negara-negara lain. “Menurut para orang tuanya, mereka tidak memiliki kendala apa pun saat melanjutkan sekolah di luar Myanmar,” ujarnya.
IIS memang memberlakukan kurikulum internasional sejak 2004. Kurikulum itu dipadukan dengan kurikulum Indonesia. Meski mayoritas muridnya bukan warga Indonesia, IIS memberlakukan muatan wajib untuk bahasa Indonesia. Sehari dalam satu minggu, para siswa wajib berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia menjadi muatan wajib. Bayangkan saja kalau setiap tahun kita bisa meluluskan 20 orang siswa asal Myanmar yang bisa berbahasa Indonesia, dampak positifnya sangat luar biasa bagi kita,” terang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Uni-Myanmar Sebastianus Sumarsono.
IIS juga menjadi duta seni bagi Indonesia. Selain bahasa Indonesia, para siswa juga dikenalkan budaya Indonesia. Mulai dari tari-tarian hingga musik tradisional. “IIS juga mengemban misi budaya. Untuk guru seni, kita mempunyai satu guru lulusan ISI Yogyakarta, Pak Lukman Fauzi,” ujar Sumarsono.
Meski menjadi sekolah favorit di luar negeri, dukungan dari dalam negeri ternyata masih sangat kurang. Saat ini, IIS hanya memiliki empat guru Indonesia. KBRI kesulitan mendapatkan guru asal Indonesia. Pada April lalu, KBRI melakukan rekrutmen di Jakarta. Namun, dari empat orang yang lolos, semuanya mengundurkan diri. “Kita susah untuk berkembang kalau tidak ada tambahan guru. Terutama guru bahasa Indonesia. Rencananya kita akan rekrut guru non-PNS,” tandas Sumarsono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar