Sabtu, 30 November 2013

Teknologi Pengeringan Lignit

Teknologi Pengeringan Lignit

Oleh: Yasuo Ōtaka (JCOAL Project Promotion Department).

1. Pendahuluan

Batubara berkualitas rendah seperti lignit (brown coal) memiliki kadar air tinggi, kalori rendah, serta sifat swabakar tinggi, sehingga berakibat pada tingkat penggunaannya yang rendah serta menimbulkan masalah pada saat pengangkutan dan penimbunannya. Hal inilah yang menyebabkan lignit selama ini hanya dimanfaatkan sebagai sumber energi di lokasi dimana dihasilkan. Akan tetapi, dengan kenaikan harga minyak beberapa tahun belakangan ini, kemudian terjadinya peningkatan permintaan batubara secara drastis dari Cina, India, dan negara lainnya, maka fokus pasar batubara perlahan – lahan mulai bergeser dari sub-bituminus ke batubara berkualitas rendah yang memiliki jumlah sumber daya berlimpah. Selain itu, pengembangan teknologi gasifikasi batubara berkualitas rendah yang bertujuan untuk menghasilkan SNG (Synthetic Natural Gas) maupun bahan baku kimia juga terus dilakukan saat ini. 

Untuk mempromosikan penggunaan lignit, maka diperlukan aplikasi teknologi penghilangan air (dewatering) seperti pengeringan maupun up-grading terlebih dulu, untuk menghilangkan kadar air tinggi yang merupakan penyebab menurunnya efisiensi dalam penggunaan batubara jenis tersebut. Oleh karena itu, pengembangan teknologi dewatering dilakukan secara intensif di negara – negara yang banyak menggunakan lignit seperti Amerika, Australia, dan Jerman. Jepang yang selama ini tidak menggunakan lignit juga mulai mengembangkan teknologi pemanfaatan efektif batubara jenis itu melalui proyek bantuan maupun sponsor dari METI (kementrian ekonomi dan industri) dan NEDO. Dan sebagai bagian dari langkah ini, maka pengembangan teknologi pengeringan efisiensi tinggi sedang dilakukan saat ini.

2. Jenis – jenis Teknologi Dewatering

Berdasarkan metode dan kondisi pemrosesan, teknologi dewatering seperti pengeringan / drying atau up-grading dapat dibagi menjadi 4 jenis seperti terlihat pada gambar 1 di bawah.
Gambar 1. Jenis serta contoh teknik pengeringan & up-grading



Batubara seperti lignit dan lainnya akan mengalami reaksi kimia, misalnya dekomposisi, ketika suhunya mencapai 200°C atau lebih. Karena itu, jenis teknologi dewatering dapat dibagi berdasarkan suhu, dimana kondisi dengan suhu proses lebih dari 200°C disebut dengan tipe reaksi, sedangkan yang dibawah suhu tersebut disebut dengan tipe non reaksi.

Dari gambar 1 juga terlihat garis tekanan uap jenuh (saturated vapor pressure)  untuk mengetahui karakteristik penguapan kadar air. Air akan menguap bila kondisinya berada di bawah garis itu, dan sebaliknya, tidak akan menguap bila berada pada kondisi di atas garis tersebut. Dengan demikian, teknologidewatering dapat diklasifikasi lagi sehingga menjadi 4 area, yaitu A~D. Karakteristik dewatering serta proses yang mewakilinya untuk tiap area akan dijelaskan di bawah ini. Karena teknologi up-grading sudah banyak dijelaskan dalam artikel – artikel di JCOAL Journal maupun forum seperti workshop CCT, maka khusus teknologi pengeringan saja yang akan dibahas dalam tulisan ini.

3. Gambaran Umum Teknologi Pengeringan

(1) Pressurized Dewatering (area A)

Proses ini termasuk metode dewatering secara mekanik. Karena kadar air belum tentu dapat dihilangkan semuanya dari struktur di dalam lignit jika hanya dengan pemberian tekanan saja, maka perlakuan panas juga dilakukan secara bersamaan untuk meningkatkan efisiensi dewatering. Selain itu, ada pula proses yang memberikan perlakuan lain disamping pemberian tekanan yaitu berupa penggerusan, bertujuan untuk mengurangi pori – pori di dalam lignit sehingga re-absorbsi air dapat dikendalikan. Contohnya adalah proses MTE dan Coldry.
① MTE (Mechanical Thermal Expression)
Metode ini pertama kali dikembangkan di Jerman, kemudian dilanjutkan di Australia. Dengan kondisi proses berupa suhu dibawah 250°C dan tekanan sebesar 3~9 MPa, kadar air lignit Victoria dapat ditekan dari 60% menjadi sekitar 30%. Setelah pembangunan plant berkapasitas 1t/jam, pilot plantberkapasitas 15t/jam selesai dibangun pada tahun 2007 untuk melakukan uji coba operasi. Saat ini sedang direncanakan pembangunan demonstration plantberkapasitas 200t/jam.
② Coldry
Metode ini dikembangkan oleh perusahaan Environmental Clean Technologies dari Australia. Seperti ditampilkan dalam gambar 2, proses dewatering yang dilakukan adalah mencampur lignit dengan sedikit air, kemudian setelah digerus dan dicetak, batubara dipanaskan dan dikeringkan. Proses ini dapat menekan kadar air dalam batubara mentah, dari 60% menjadi sebesar 12%. Plant berkapasitas 2 juta ton/tahun sedang direncanakan dibangun di Loy Yang paling lambat tahun 2013.
Gambar 2. Metode Coldry

(2) Evaporasi (area B)

Adalah metode dewatering yang paling umum, yaitu dengan menguapkan kadar air lignit  melalui pemanasan. Berdasarkan cara kontak antara lignit dengan media pemanas, maka metode ini terbagi 2 yaitu pemanasan tidak langsung dan pemanasan langsung.
① Pemanasan tidak langsung, contohnya tube dryer
Tube dryer digunakan secara komersial di seluruh dunia untuk mengeringkan batubara, biomassa, dan material lain. Di Jepang terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi alat ini. Ada 2 jenis tube dryer yaitu pertama, dryer dimana batubara mengalir di dalam tabung sedangkan uap air (steam) mengalir di body. Tipe ini disebut Coal in Tube Dryer. Tipe kedua disebut Steam Tube Dryer, yaitu uap air mengalir di dalam tube sedangkan batubara mengalir di body, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3. Tube dryer juga digunakan untuk mengeringkan lignit Victoria, Australia, dimana produknya dibentuk menjadi briket setelah proses dewatering. Perusahaan GTL Energy dari Australia juga telah selesai melakukan uji coba lignit dewatering dengan menggunakan 1 modul berskala komersial pada tahun 2010 di salah satu PLTU di Amerika yang menggunakan batubara North Dakota.
Gambar 3. Steam tube dryer (Tsukishima Machinery)

② Pemanasan langsung
1) Fluidized Bed
Berdasarkan kontak antara lignit dengan media pemanas, maka pemanasan langsung terbagi menjadi fluidized bedflash heatingup-grading in oil, dan lain-lain.
Untuk tipe fluidized bed, terdapat metode WTA, Tokyo University/MHI, DryFine, dan lain-lain.
●     WTA (gambar 4): Pertama kali dikembangkan oleh Potter dari Universitas Monash  (Australia) berupa Steam Fluidized Bed Drying (SFBD), metode ini selanjutnya diwujudkan dalam produk peralatan oleh perusahaan Lurgi (Jerman). Plant dengan kapasitas proses batubara mentah sebesar 210 ton/jam telah dibangun di PLTU Niederraussem oleh perusahaan listrik RWE untuk uji coba alat ini. Upaya peningkatan efisiensi energi proses dilakukan dengan mengkompresi uap air yang dikeluarkan dari lignit, untuk dimanfaatkan sebagai sumber pemanas. Pemanfaatan lignit sebagai bahan bakar pada PLTU di Jerman mencapai sekitar 30%, sehingga upaya peningkatan efisiensi pembangkitan listrik pun dilakukan secara intensif. Dan melalui aplikasi pengeringan ini, efisiensi pembangkitan yang saat ini sebesar 45% ditargetkan dapat meningkat  hingga mencapai lebih dari 50% (LHV).
Gambar 4. Metode WTA

●    Tokyo University/MHI (gambar 5): Pengembangan teknologi pengeringan lignit yang merupakan riset Prof. Kaneko (Tokyo University) mulai dilakukan pada tahun 2010, sebagai bagian dari proyek bantuan kementrian ekonomi & industry (METI). Disini, MHI (Mitsubishi Heavy Industry) yang bertanggung jawab dalam pembuatan BSU (Bench Scale Unit) berkapasitas beberapa ton/hari. Melalui pengembangan sistem efisiensi tinggi berdasarkan self heating regeneration, efisiensi pembangkitan sekitar 30% yang ada sekarang ini ditargetkan untuk dapat ditingkatkan hingga mencapai 35~40%. Bagian pengering &dewatering belum dapat diketahui dengan jelas karena masih dalam proses pengajuan hak paten dan hal-hal lainnya. Target nilai untuk produk air setelah pengeringan juga masih belum jelas.
Gambar 5. Metode Tokyo Univ/MHI

●   DryFine: Teknologi ini diadopsi oleh CCPI (Clean Coal Power Initiative) Departemen Energi AS.  Uji coba proto tipe dilakukan pada tahun 2006 di PLTU lignit Coal Creek, North Dakota. Setelah itu, pengujian dilakukan dengan alat berskala komersial berkapasitas 135 ton/jam yang dibangun pada tahun 2009. Memanfaatkan panas buangan dari PLTU, rasio dewatering tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 25% saja. Disamping itu, karena pengeringan juga dilakukan pada PLTU ini, maka proses DryFine membatasi tingkat dewatering pada nilai minimal, untuk mengontrol konsumsi energi yang dibutuhkan saat pengeringan.
Gambar 6. Metode DryFine

 2) Flash heating
Bila proses pada fluidized bed berupa dewatering dengan memanaskan lignit pada jangka waktu tertentu, maka flash heating adalah dewatering dengan melewatkan serbuk lignit bersama dengan media pemanas bersuhu ratusan derajat ke dalam tabung. Karena tujuannya adalah untuk menimbulkan kontak antara lignit dengan media pemanas bersuhu tinggi, maka proses ini berjalan secara singkat agar tidak terjadi perubahan kualitas ataupun dekomposisi pada batubara tersebut. Suhu batubara sendiri dijaga pada besaran 100°C sampai kadar air menguap secara sempurna. Umumnya, waktu untuk pemanasan dandewatering di dalam tabung berlangsung selama beberapa detik saja. Metode up-grading yang menggunakan flash heating diantaranya adalah BCB, serta IDGCC yang dikembangkan di Australia.
● IDGCC / Intergrated Drying Gasification Combined Cycle (gambar 7): Proses pengeringan lignit yang diaplikasikan oleh perusahaan HRL (Austrlia) pada IGCC yang saat ini sedang dikembangkan dan didemonstrasikan. Memanfaatkan gas hasil gasifikasi sebagai media pemanas, lignit dicampur dengan gas itu di dalam pipa, kemudian lignit yang sudah di-dewatering dialirkan ke pengegas (gasifier). Setelah uji coba pilot plant berkapasitas 10MW, saat ini sedang direncanakan plant berkapasitas 400MW (200MW x 2). Proyek ini rencananya akan dimulai pada tahun 2013 melalui joint venture dengan grup Harbin (Cina), meskipun ada informasi bahwa Harbin sudah keluar dari rencana ini.
Gambar 7. Metode IDGCC

(3) Non evaporasi (area C)

Efisiensi energi pada proses ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode evaporasi, karena proses dilakukan pada kondisi di atas tekanan uap jenuh sehingga kadar air dapat dihilangkan tanpa penguapan. Tapi karena berlangsung dalam suhu dan tekanan tinggi, maka terdapat kemungkinan dekomposisi pada sebagian batubara, atau meningginya biaya peralatan yang digunakan.  Terdapat beberapa metode disini, diantaranya adalah proses heat water treatment yang utamanya adalah dewatering, kemudian ekstraksi hidrotermal yang merupakan proses dewatering disertai produk padatan, cair, serta gas.
① Heat Water Treatment
Adalah metode menghilangkan kadar air tanpa menguapkannya, melalui pemrosesan terhadap batubara (yang digerus halus) bersama dengan slurry air dan uap air dalam kondisi suhu tinggi (300~400°C) dan tekanan tinggi (30~150 atm). Suhu tinggi menyebabkan sebagian batubara mengalami dekomposisi, dan material berbentuk tar yang timbul dari proses itu akan menutupi (coating) bagian dalam batubara. Hal ini dapat menghalangi re-absorbsi air serta mencegah munculnya swabakar (spontaneous combustion). Metode yang mengaplikasikan proses heat water treatment diantaranya adalah HWT-cs, yang pembangunandemonstration plant –nya di Indonesia saat ini merupakan bagian dari proyek NEDO (HWT-cs disini adalah Hot Water Treatment-coal slurry atau disebut dengan JCF / JGC Coal Fuel. Demo plant dibangun di Karawang, berkapasitas 10ribu ton/tahun, dimulai bulan September 2010 dan direncanakan selesai di Oktober 2011. Merupakan kerja sama antara JGC Jepang dengan grup Sinar Mas – penerjemah. Sumber: http://www.jgc.co.jp/jp/01newsinfo/2010/release/20100927.html), kemudian K-Direct, serta Exergen. K-Direct adalah teknologi up-grading K-Fuel yang terinstalasi pada PLTU mulut tambang, sehingga secara teknologi sama dengan K-Fuel.
●   Exergen (gambar 8): Adalah metode heat water treatment yang dikembangkan oleh perusahaan Exergen (Australia). Operasional plant berkapasitas 4 ton/jam berhasil didemonstrasikan di Tasmania. Rencananya, komersialisasi akan dilakukan sampai dengan tahun 2014 di Latrobe Valley.
Gambar 8. Metode Exergen

② Ekstraksi hidrotermal
Jika batubara dicampur dengan air kemudian diproses pada kondisi sub-kritis sampai super-kritis, maka batubara akan terdekomposisi menjadi padatan yang kaya dengan unsur karbon, minyak, serta gas. Padatan disini berupa serbuk sehingga dijadikan briket untuk menjadi produk. Metode ini dikembangkan oleh perusahaan Ignite Energy Resources (Australia), dan saat ini sedang dilakukan uji coba pilot plant berkapasitas 4000 ton/tahun. Perusahaan ini merencanakan pembangunan plant berkapasitas 60 ribu ton/tahun di PLTU Yallourn bekerja sama dengan perusahaan TRUenergy.
③ Metode lainnya
Ketika air dalam batubara dilarutkan dalam suatu pelarut, kemudian air dan pelarut dipisahkan melalui distilasi misalnya, dan kemudian air dihilangkan, maka proses ini disebut dengan substitusi pelarut (solvent substitution). Cara ini termasuk dalam metode non evaporasi. Dari sisi seperti tingkat keterlarutan air pada pelarut, kemudahan kondisi pemisahan pelarut dengan air, dan lain-lainnya, maka hal yang sangat penting pada metode ini adalah bagaimana memilih pelarut yang tepat. Dimetil eter (DME) adalah pelarut yang unggul untuk digunakan pada metode subtitusi pelarut, karena alasan-alasan seperti zat ini berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal, memiliki titik didih sebesar -25°C sehingga hanya memerlukan sedikit energi untuk penguapannnya, serta DME cair adalah zat yang mudah larut dalam air. Selain itu, DME juga merupakan bahan bakar yang bersifat aman seperti tidak beracun misalnya, sehingga tidak bermasalah bila tertinggal dan menempel pada batubara. CRIEPI (Central Research Institute of Electric Power Industry) sedang mengembangkan metode dewatering dengan memanfaatkan DME ini.

(4) Pirolisis (area D)

Sebagian besar kadar air batubara dapat dihilangkan jika proses dilakukan pada suhu di atas 400°C. Tapi dengan suhu setinggi ini, batubara akan mengalami pirolisis yang menghasilkan produk padatan, cair, dan gas. Metode – metode yang termasuk dalam kategori ini adalah ENCOL (atau LCF) yang dikembangkan di AS, dan BCD (Brown Coal Densification) yang dikembangkan oleh perusahaan LaTrobe Lignit Development (Australia).
Metode ini menghasilkan produk padatan dan cair, sehingga memiliki sudut pandang yang berbeda dengan metode pra-pengeringan dan pra-dewateringterhadap lignit seperti yang lainnya.

4. Kesimpulan

Tabel 1 menampilkan teknologi dewatering seperti pengeringan dan up-grading, termasuk teknologi yang pengembangannya sudah berhenti.
Untuk memanfaatkan lignit secara efektif, hal yang penting adalah menghilangkan tingginya kadar air pada lignit serta meningkatkan efisiensi proses pemakaian, misalnya pada PLTU. Pada dewatering lignit, ada teknologi pengeringan yang hanya menghilangkan kadar air saja, teknologi up-grading yang menghilangkan kadar air dan memodifikasi permukaan batubara untuk mengontrol sifat swabakar, serta teknologi lainnya. Bila lignit akan dimanfaatkan sebagai pengganti batubara uap dalam penggunaan di pembangkitan listrik dan gasifikasi, maka teknologi pengeringan dapat diterapkan saat pemakaian di mulut tambang, sedangkan up-grading atau pengeringan + briket diterapkan untuk pemanfaatan di lokasi yang jauh dari tambang. Jika lignit akan dimanfaatkan sebagai pengganti bahan perekat untuk kokas, minyak, serta gas, maka metode yang dapat diterapkan adalah pirolisis atau ekstraksi hidrotermal.
Berikut ini adalah hal – hal yang harus diperhatikan pada saat pemilihan dan penerapan proses.
① Setting rasio dewatering (seberapa banyak kadar air yang ingin dihilangkan).
Apakah kadar air setelah proses ditargetkan menyamai batubara uap, apakah menyesuaikan dengan kadar air pada peralatan yang akan menggunakannya, apakah hanya mengoptimalkan dewatering dengan menggunakan peralatan pengering.
② Peningkatan keekonomian peralatan pengering.
Proses dewatering membutuhkan energi yang banyak, sehingga perlu diupayakan peningkatan keekonomiannya melalui peningkatan dan perbaikan efisiensi panas maupun efisiensi energi seluruh sistem peralatan dewatering. Karena itu, banyak proses yang memanfaatkan sumber panas, panas buangan, dan uap dari pembangkit listrik, pengegas, serta fasilitas lain yang berada di sekitarnya, atau mengambil (recovery) dan memanfaatkan kembali energi uap dari  air dalam batubara yang dibuang.
Meskipun dapat dikatakan bahwa alat dewatering berskala komersial yang sudah terbukti hanya tube dryer saja untuk saat ini, tapi banyak proses lain yang sudah melewati tahap demonstrasi dan direncanakan berlanjut ke tahap komersial. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan lignit, dapat diperkirakan bahwa berbagai teknologi dewatering tersebut akan diterapkan ke depannya.
Tabel 1. Teknologi pengeringan & up-grading
Tabel 1. Teknologi pengeringan & up-grading
*Terjemah bebas dari artikel berjudul “Kattan kansou gijutsu ni tsuite” yang muncul dalam JCOAL Journal No. 19, halaman 19-22.
sumber blog 1 : http://adf.ly/URqhe


Tidak ada komentar:

Posting Komentar